• Kantor Pusat
  • Phone +62 21 3142981
  • Tanah Abang- Jakarta
  • Newyork Office
  • London Office
  • Tokyo Office
  • Phone +012 345 6789
  • Cargo Hub, NY 10012, USA
  • Phone +099 222 1111
  • Cargo Hub, LD 32614, UK
  • Phone +098 765 4321
  • Cargo Hub, Tokyo 32614, Japan
27 Aug

Terbukanya Batas Wilayah, Liberalisasi, dan Non Diskriminasi Melalui GPA – Supply Chain Indonesia


Oleh: Aldo Rico Geraldi, S.H., M.H.
Auditor, Business & Corporate Legal | PT Infokom Elektrindo (MNC GROUP)

Perekonomian dunia global saat ini ditandai dengan ekspansif dan masifnya kegiatan perdagangan dunia, meningkatnya kompetisi internasional secara ketat, dan persaingan antara pelaku usaha asing yang efisien dan efektif dengan pelaku usaha domestik (Robert Gilpin, 2001). Perusahaan multinasional memiliki cukup tantangan untuk ikut terlibat dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa dikarenakan sektor government procurement merupakan sektor yang dikecualikan dalam ruang lingkup pengaturan tentang perdagangan yang diatur oleh World Trade Organization (WTO). Oleh karena itu, baik dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) maupun General Agreement on Trade Services (GATS) government procurement dikeluarkan dari kewajiban non diskriminasi dan national treatment.

GATT Dan WTO Dalam Perdagangan Internasional
GATT dan WTO merupakan perjanjian yang disepakati oleh negara-negara anggota untuk tujuan pengurangan tarif (Ray August, 2009). GATT mengupayakan agar hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam perdagangan internasional dibuat secara transparan, diterapkan secara non diskriminasi, dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku secara multilateral. GATT tidak hanya ingin mewujudkan liberalisasi perdagangan, namun GATT juga mengandung prinsip-prinsip serta ketentuan-ketentuan mengenai penggunaan proteksi perdagangan yang sesuai dengan prinsip hukum perdagangan internasional. GATT berpedoman pada beberapa prinsip utama, yaitu prinsip most favoured nation, national treatment, larangan restriksi kuantitatif, perlindungan melalui tarif, resiprositas, dan perlakuan khusus bagi negara sedang berkembang.

GATT mencoba mempromosikan perdagangan internasional melalui integrasi ekonomi regional sehingga mendorong negara-negara anggota WTO untuk berpartisipasi dalam free trade area dan melakukan pengurangan tarif di antara beberapa negara yang bersepakat atau customs union. GATT memiliki tujuan to support that primary obligation by trying to ensure that those tariff promises would not be undermined in other ways, sehingga perdagangan internasional harus dilakukan tanpa adanya diskriminasi. Terdapat dua prinsip penting dalam non diskriminasi, yaitu prinsip most favoured nation  atau non-discrimination clause dan prinsip national treatment. Prinsip most favoured nation tidak memperbolehkan suatu negara membedakan antara dua produk serupa dari dua negara pengekspor, sedangkan most favoured nation memiliki sifat unconditional atau tanpa syarat yang berarti begitu suatu negara anggota memberikan perlakuan istimewa kepada suatu barang dari negara anggota yang lain, maka berlakulah perlakuan istimewa tersebut kepada barang yang sejenis dari semua anggota WTO.

Perjanjian perdagangan multilateral merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari WTO Agreement dan bersifat mengikat seluruh negara anggota WTO. Perjanjian multilateral terdiri dari Agreements on Trade in Good termasuk GATT, GATS, TRIPS, DSU, dan TPRM. The Plurilateral Trade Agreements merupakan bagian dari WTO yang hanya mengikat negara-negara anggota WTO yang menerimanya dan sebaliknya tidak menciptakan hak maupun kewajiban bagi negara-negara anggota WTO yang tidak menerimanya (Ray August, 2009).

Terbukanya Pasar Nasional Melalui Government Procurement Agreement
Government Procurement Agreement (GPA) merupakan perjanjian plurilateral di bawah naungan WTO yang bertujuan untuk saling membuka pasar pengadaan pemerintah di antara para pihak. Hal tersebut dikarenakan prinsip pembentukan dan dasar WTO adalah untuk mengupayakan keterbukaan terhadap batas wilayah, mewujudkan liberalisasi perdagangan melalui berbagai macam cara termasuk penghapusan hambatan perdagangan berupa tarif maupun non tarif, serta mengurangi tindakan diskriminasi dalam hubungan perdagangan internasional. Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional diharapkan akan mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian serta stabilitas.

Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan isu strategis dan penting dalam perspektif perdagangan internasional. GPA terbentuk karena diperlukannya suatu bentuk pengaturan dalam bidang government procurement untuk perdagangan internasional yang efektif dan transparan. GPA memuat ketentuan agar undang-undang, peraturan, prosedur, dan praktek-praktek tentang pengadaan barang kebutuhan pemerintah menjadi lebih terbuka atau transparan dan menjamin bahwa prosedur tersebut tidak melindungi produk atau penyedia barang dan jasa dalam negeri atau para suplier serta tidak melakukan diskriminasi terhadap produk atau suplier asing. GPA juga membuat ketentuan bagi perlakuan khusus dan perlakuan yang tidak sama bagi negara-negara berkembang serta negara miskin, termasuk keperluan-keperluan khusus negara tersebut dalam pembangunan, keuangan, dan perdagangan (H.S. Kartadjoemena, 2002).

Prinsip most favoured nation atau prinsip non diskriminasi, prinsip national treatment, dan prinsip transparansi dalam GPA harus dilaksanakan oleh negara-negara anggota. Prinsip most favoured nation memiliki pengecualian bahwa, prinsip tersebut tidak diterapkan terhadap penggunaan penilaian untuk melakukan counter terhadap dumping atau anti-dumping dan subsidi atau countervailing duties, penciptaan bea masuk dan area perdagangan bebas, dan pembatasan-pembatasan yang memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, keselamatan, kesejahteraan, dan juga keamanan nasional. Selain hal tersebut, pemberlakuan prinsip most favoured nation juga dikecualikan terhadap negara-negara sedang berkembang, misalnya dengan generalized system of preferences dan beberapa ketentuan tentang special and differential treatments.

Prinsip national treatment dalam GAP menyatakan bahwa setiap negara anggota memperlakukan jasa dan pemberi jasa dari negara anggota lainnya harus sama dengan perlakukan yang diberikan terhadap jasa atau pemberi jasa dari negaranya. Pemberlakuan prinsip tersebut memiliki pengecualian terhadap keistimewaan-keistimewaan yang eksis pada saat GATT 1947 diberlakukan, pembedaan perlakuan dalam pengadaan barang oleh lembaga pemerintah untuk tujuan pemerintahan, pembedaan perlakuan pada pembayaran subsidi terhadap industri domestik, dan pembedaan perlakuan dalam sensor produk film sinematografi di suatu negara.

Perbedaan antara prinsip most favoured nation dan prinsip national treatment bahwa, most favoured nation diterapkan pada perbatasan suatu negara, sementara untuk prinsip national treatment diterapkan pada produk barang ketika sudah berada di dalam wilayah nasional suatu negara (Ray August, 2009). Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh membedakan antara perlakuan terhadap produk serupa atau sejenis dari dalam dan luar negeri. Selanjutnya, mengenai prinsip transparansi menyatakan bahwa negara anggota harus mempublikasikan regulasi atau kebijakan yang terkait dengan perdagangan jasa. Suatu negara anggota WTO harus memberikan perlakuan yang sama atau no less favourable kepada barang produksi dalam negeri dengan barang sejenis atau like product luar negeri produksi negara anggota WTO yang lain.

GPA menetapkan aturan keterbukaan, adil, dan transparan kepada negara-negara anggota, namun tidak secara otomatis berlaku keterbukaan untuk pengadaan oleh pemerintah masing-masing negara anggota. Terdapat ketentuan dalam menentukan kegiatan pengadaan oleh pemerintah mana yang bisa dibuka atau tertutup bagi para negara anggota GPA. Meskipun GPA tidak mengikat seluruh anggota WTO dan terbatas pada negara yang telah melakukan aksesi terhadap ketentuan tersebut, tetapi pada kenyataannya pengadaan barang dan jasa pemerintah juga diatur dalam berbagai ketentuan organisasi internasional atau act of international organization (Peter Malanczuk, 1997) sebagai suatu soft law (Francis Snyder, 1993) yang memiliki tujuan agar diadopsi oleh negara anggota organisasi.

Pengaturan tersebut terdapat dalam sejumlah lembaga internasional seperti United Nation Commission on International Trade Law, United Nations Conference on Trade and Development, Bank Dunia dalam menentukan guidelines secara khusus untuk melaksanakan proyek-proyek yang didanai oleh lembaga tersebut, dan Bank Pembangunan Asia dalam guideline-nya menyatakan bahwa tender dilaksanakan secara internasional dan kompetitif. Demikian halnya dalam konteks kerjasama regional, seperti Masyarakat Ekonomi Eropa, Zona Perdagangan Bebas Amerika Utara atau North America Free Trade Area dan organisasi ekonomi regional lainnya telah mengagendakan isu pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai bagian dari perdagangan.

1 Agustus 2023

Referensi:

Francis Snyder, 1994, Soft Law and Institutional Practice in the European Community, In: Martin, S. (eds) The Construction of Europe. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-94-015-8368-8_10.

H.S. Kartadjoemena, 2002, GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round, UI Press, Jakarta.

Marrakesh Agreement establishing the World Trade Organ ization (with final act, annexes and protocol). Concluded at Marrakesh on 15 April 1994.

Peter Malanczuk, 1997, Akehurst’s Modern Introduction to International Law, Routledge, London.

Robert Gilpin, 2001, Global Political Economy: Understanding the International Economic Order, Princeton University Press, New Jersey.

Ray August, et. all., 2009, International Business Law: Text, Cases, and Readings, Pearson Education, New Jersey.

The General Agreement On Tariffs and Trade, Geneva July 1986.

*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia

Download artikel ini:

  SCI – Artikel Terbukanya Batas Wilayah, Liberalisasi, dan Non Diskriminasi Melalui GPA (284.7 KiB, 5 hits)

Komentar

comments