• Kantor Pusat
  • Phone +62 21 3142981
  • Tanah Abang- Jakarta
  • Newyork Office
  • London Office
  • Tokyo Office
  • Phone +012 345 6789
  • Cargo Hub, NY 10012, USA
  • Phone +099 222 1111
  • Cargo Hub, LD 32614, UK
  • Phone +098 765 4321
  • Cargo Hub, Tokyo 32614, Japan
22 Jul

Sistem Logistik Kemanusiaan dari Perspektif Peraturan BNPB No. 4 Tahun 2018 – Supply Chain Indonesia


Oleh: Putu Franciska Fajarini, S.Log., M.S.M.
Junior Consultant
Supply Chain Indonesia

Mengenal Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Nonkementerian setingkat menteri yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam melakukan penanggulangan bencana sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

BNPB diawali dengan kelahiran Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) lahir pada tahun 1945 sebagai bentuk upaya pemerintah untuk mempercepat pemulihan kondisi pasca perang. Badan ini bertugas untuk menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan. Seiring berkembangnya waktu, pada awal tahun 1966, paradigma penanggulangan bencana berkembang. Bencana tidak hanya diidentikkan dengan musibah yang secara sengaja disebabkan oleh manusia tetapi juga musibah yang disebabkan oleh alam. Pergeseran paradigma ini menginisiasi pembentukan Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP) oleh pemerintah, melalui Keputusan Presiden No. 256 Tahun 1966.

Letak geografis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia yaitu lempeng Indo- Australia, Eurasia dan Pasifik menyebabkan frekusensi bencana alam di Indonesia semakin sering terjadi. Oleh karena itu, pada tahun 1967 Presidium kabinet mengeluarkan Keputusan No. 14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA), yang kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai adan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) pada tahun 1979.

Nama “Badan Nasional Penanggulangan Bencana” sendiri baru dikukuhkan oleh pemerintah pada tahun 2008 melalui Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hal ini dilakukan pemerintah untuk merespon penanggulangan bencana alam yang terjadi di masa tersebut dan sebagai langkah strategis untuk membangun legalisasi, lembaga dan budgeting dalam lingkungan instansi pemerintah.

Visi dari BNPB adalah menciptakan ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana. Untuk mencapai visi tersebut BNPB mempunyai beberapa misi yaitu (BNPB, n.d.):

  1. Melindungi bangsa dari ancaman bencana dengan membangun budaya pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana menjadi bagian yang terintegrasi dalam pembangunan nasional;
  2. Membangun sistem penanganan darurat bencana secara cepat, efektif dan efisien;
  3. Menyelenggarakan pemulihan wilayah dan masyarakat pascabencana melalui rehabilitasi dan rekonstruksi yang lebih baik yang terkoordinasi dan berdimensi pengurangan risiko bencana;
  4. Menyelenggarakan dukungan dan tata kelola logistik dan peralatan penanggulangan bencana;
  5. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara transparan dengan prinsip good governance.

Sistem Logistik Kemanusiaan dari Perspektif Peraturan BNPB RI No. 04 Tahun 2018
Logistik kemanusiaan dapat secara sederhana didefinisikan sebagai cabang logistik yang berurusan dengan aspek logistik dari sistem manajemen bencana, termasuk berbagai kegiatan seperti pengadaan, penyimpanan, dan pengangkutan makanan, air, obat-obatan, dan persediaan lainnya serta sumber daya manusia, mesin yang diperlukan dan peralatan, dan korban yang terluka sebelum dan sesudah bencana terjadi (Nikbakhsh & Farahani, 2011).

Menurut Peraturan BNPB RI No. 04 Tahun 2018, Sistem Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana adalah pengelolaan logistik dan peralatan meliputi perencanaan, pengadaan, pergudangan, pendistribusian, dan penghapusan guna mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien.

Perencanaan merupakan kegiatan melalui identifikasi kebutuhan, inventarisasi ketersediaan, pengumpulan data, dan analisis untuk menghasilkan standar minimal kebutuhan dalam penanggulangan bencana. Pengadaan merupakan kegiatan pemenuhan atau penyediaan kebutuhan melalui perencanaan kebutuhan sampai dengan perolehan. Pergudangan merupakan pengelolaan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pengeluaran logistik dan peralatan di gudang. Pendistribusian merupakan sistem penyaluran dan penyerahan Logistik dan Peralatan dari daerah asal ke daerah tujuan sampai pada sasaran yang dituju. Penghapusan barang milik negara dari daftar barang dilakukan dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya (BNPB, 2018).

Berdasarkan Peraturan BNPB RI No. 04 Tahun 2018, sistem logistik dan peralatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan prinsip:

  1. tepat jenis;
  2. tepat jumlah;
  3. tepat kualitas;
  4. tepat waktu;
  5. tepat sasaran;
  6. tepat biaya; dan
  7. tepat pelaporan.

Tepat Jenis
Merujuk pada Peraturan Kepala BNPB No. 7 Tahun 2008, jenis-jenis bantuan dalam penanggulan bencana yaitu bantuan tempat penampungan/hunian sementara, bantuan pangan, bantuan non-pangan, bantuan sandang, bantuan air bersih dan sanitasi, serta bantuan pelayanan kesehatan.

Bantuan penampungan/hunian sementara diberikan dalam bentuk tenda-tenda, barak, atau gedung fasilitas umum/sosial, seperti tempat ibadah, gedung olah raga, balai desa, dan sebagainya, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat tinggal sementara. Bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan, atau masakan yang disediakan oleh dapur umum. Bantuan pangan bagi kelompok rentan diberikan dalam bentuk khusus.

Bantuan non pangan diberikan kepada korban bencana dalam status pengungsi di tempat hunian sementara pada pasca tanggap darurat, dalam bentuk: Peralatan Memasak dan Makan;kompor,bahan bakar, dan penerangan; serta alat-alat dan perkakas. Bantuan sandang diberikan dalam bentuk perlengkapan pribadi dan kebersihan pribadi. Bantuan air bersih dan sanitasi yang diberikan untuk korban bencana dapat berupa bantuan air bersih, bantuan air minum, dan bantuan sanitasi.

Korban bencana, baik secara individu maupun berkelompok, terutama untuk kelompok rentan, dapat memperoleh bantuan pelayanan kesehatan. Bantuan pelayanan kesehatan diberikan dalam bentuk: pelayanan kesehatan umum, pengendalian penyakut menular, dan pengendalian penyakit tidak menular. Oleh karena hal tersebut, tepat jenis dapat diartikan sebagai pengorganisasian jenis bantuan untuk korban terdampak bencana sesuai dengan kebutuhan, standar dan kebijakan yang ada (BNPB, 2008).

Tepat Jumlah
Sebelum pendistribusian bantuan dilakukan, pihak BNPB akan melakukan penilaian kebutuhan dengan mempertimbangkan kelompok umur, jenis kelamin, dan kelompok rentan lainnya. Susunan daftar penerima bantuan akan dijadikan data awal dalam mempertimbangkan kebutuhan penerima bantuan. Identifikasi kebutuhan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan diskusi dengan calon penerima bantuan. Keterlibatan korban dalam kegiatan ini dimaksudkan agar bantuan yang akan diberikan sesuai dengan prioritas kebutuhan mereka.

Penghitungan jumlah bantuan keseluruhan, dilakukan dengan teknik pengolahan data sederhana (manual) atau jika data terlalu kompleks karena melibatkan jumlah dan jenis bantuan yang banyak, maka pengolahan data dapat menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) atau teknik pengolahan data lain yang paling memungkinkan. Jadi, tepat jumlah dapat didefinisikan sebagai pemberian kuantitas bantuan secara tepat kepada korban bencana.

Tepat Kualitas
Dalam pendistribusian bantuan kepada korban bencana, BNPB menetapkan standar minimal terhadap jenis bantuan yang dapat dikirimkan oleh donor melalui Peraturan Kepala BNPB No. 07 Tahun 2008. Melalui standar minimum ini, diharapkan pemberian bantuan memenuhi kualitas yang baik dan mencapai dengan ketentuan minimum yang ada.

Tepat Waktu
Peraturan Kepala BNPB No. 07 Tahun 2008 menjelaskan bahwa jangka waktu pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar disesuaikan dengan masa tanggap darurat bencana yang ditentukan berdasarkan eskalasi bencana.

Tepat Sasaran
Dalam mendukung pendistribusian bantuan yang tepat sasaran, BNPB melakukan beberapa mekanisme untuk memenuhi prinsip tersebut yaitu:

  1. Penerima bantuan pangan diidentifikasi dan menjadi sasaran berdasarkan kebutuhan.
  2. Metode distribusi dirancang melalui konsultasi dengan kelompok-kelompok setempat, lembaga-lembaga mitra, dan melibatkan berbagai kelompok penerima.
  3. Titik-titik distribusi sedekat mungkin dengan hunian sementara penerima untuk memastikan akses yang mudah dan aman.
  4. Kualitas, jumlah jatah makanan/pangan dan rencana distribusi diinformasikan jauh sebelumnya kepada penerima bantuan.
  5. Kinerja dan efektifitas program bantuan pangan dimonitor dan dievaluasi dengan semestinya

Tepat Biaya
Dengan mendistribusikan bantuan dengan prinsip tepat jenis, tepat jumlah, tepat kualitas dan tepat waktu secara tidak langsung akan mewujudkan prinsip tepat biaya. Efisiensi biaya akan terjadi dengan adanya minimasi bantuan yang terbuang akibat tidak memenuhi standar kualitas dan atau kelebihan jumlah bantuan. Bantuan yang tidak tepat jenis, jumlah dan kuantitas tidak hanya akan menimbulkan sampah tetapi juga akan memenuhi kapasitas pengiriman bantuan pada moda transportasi, yang pada akhirnya akan menimbulkan biaya transportasi tambahan.

Tepat pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan yang berkaitan dengan mekanisme pemberian bantuan mulai dari setiap tahap didokumentasikan ataupun dicatat dalam suatu dukumen sebagai bukti pertanggungjawaban sebagai berikut:

  1. Pencatatan penerimaan bantuan meliputi: pemberi bantuan, jumlah, dan jenis bantuan, serta waktu penyerahan bantuan.
  2. Pencatatan penyaluran meliputi: penerima bantuan, jumlah, dan jenis bantuan, waktu penyaluran, lokasi penyaluran bantuan, serta penanggungjawab (contact persons).
  3. Pencatatan persediaan logistik dan peralatan.
  4. Pelaporan hasil penerimaan dan penyaluran bantuan disampaikan kepada Satlak PB/BPBD kabupaten/kota, Satkorlak PB/BPBD provinsi atau BNPB dengan tembusan lembaga/instansi yang memberi bantuan.

17 April 2023

Referensi:

BNPB (n.d.). Visi dan Misi BNPB. Dikutip dari bnpb.co.id: https://bnpb.go.id/visi-dan-misi-bnpb

BNPB (2008). Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 07 Tahun 2008. BNPB. BNPB.

BNPB (2018). Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia No. 04 Tahun 2018. BNPB. BNPB.

Nikbakhsh, E., & Farahani, R. Z. (2011). Humanitarian Logistics Planning in Disaster Relief Operations. Logistics Operations and Management, 291-332.

*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.

Download artikel ini:

  SCI – Artikel Sistem Logistik Kemanusiaan dari Perspektif Peraturan BNPB No. 4 Tahun 2018 (280.3 KiB, 21 hits)

Komentar

comments