• Kantor Pusat
  • Phone +62 21 3142981
  • Tanah Abang- Jakarta
  • Newyork Office
  • London Office
  • Tokyo Office
  • Phone +012 345 6789
  • Cargo Hub, NY 10012, USA
  • Phone +099 222 1111
  • Cargo Hub, LD 32614, UK
  • Phone +098 765 4321
  • Cargo Hub, Tokyo 32614, Japan
03 Dec

Bagaimana Reverse Logistics Berperan – Supply Chain Indonesia


Oleh: Arkan Muhammad Faizulhaq
Junior Consultant | Supply Chain Indonesia

Konsep dari Green Logistics
Lebih dari empat dekade ini pemerintah fokus pada pembangaunan lingkungan hidup (Anugrah, 2022). Upaya ini semakin mendekati sasaran pembangunan lingkungan hidup yang ditandai dengan kejelasan arah pembangunan, keberadaan instrumen yang jelas, upaya keterlibatan masyarakat, dan pola investasi pemulihan lingkungan dengan pihak terkait yang mendorong perusahaan logistik untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dalam operasinya.

Mckinnon (2015) mendefinisikan green logistics sebagai studi dampak lingkungan dari segala kegiatan dalam aktivitas logistik yang mencakup pengangkutan, penyimpanan, dan penanganan produk saat bergerak melalui rantai pasok. Shibi dkk. (2007) mendefinisikan green logistics sebagai metode yang memproduksi dan mendistirbusikan barang seccara berkelanjutan dengan memertimbangkan faktor lingkungan dan sosial.

Green logistics mengukur dan mengurangi dampak aktivitas logistik terhadap ekologi, aktivitas tersebut mencakup pergerakan rantai pasok maju dan arus balik dari produk, informasi, dan layanan antara titik asal dan konsumsi (Gecgevski dll., 2016). Dalam aspek bisnis, green logistics dapat mengurangi emisi CO2, memberikan pengehamatan biaya yang signifikan, meningkatkan optimalisasi rantai pasok, dan meningkatkan kinerja bisnis.

Gambar 1. Komponen Green Logistics
(Sumber: Ali dkk., 2020)

Green logistics menghubungkan dampak aktivitas logistik terhadap lingkungan dengan mengurangi dampak sektor ini terhadap lingkungan. Dengan tujuan ter-sebut, perusahaan berusahan untuk menjadi lebih sadar terhadap lingkungan.

Berdasarkan Ali dkk. (2020), green logistics terdiri dari empat komponen, yaitu green pur-chasing, green manufacturing, green distribution, dan reverse logistics (Gambar 1).

Konsep Reverse Logistics
Jonathan Weeks mendefinisikan logistik sebagai pergerakan material yang berasal dari sumber daya alam melalui proses produksi, distribusi, konsumsi, dan kembali lagi ke bumi. Hal tersebut mencakup pengembalian produk dan kemasan limbah untuk digunakan kembali, didaur ulang, dan dibuang, keseluruhan proses tersebut merupakan reverse logistics yang menjadi bagian penting dari green logistics. Reverse logistics merupakan proses penerimaan produk atau suku cadang yang dikirim dari titik konsumsi secara sistematis kepada produsen (Gonzalez-Torre, 2004). Penerimaan produk atau suku cadang akan digunakan untuk kemungkinan daur ulang, produksi ulang, atau pembuangan.

Berdasarkan kondisi produk, produk yang telah digunakan tidak harus dikembalikan ke titik awal pembuatan, tetapi ke titik yang berbeda untuk pemulihan. Gambar 2 menunjukkan bahwa proses daur ulang produk tidak harus dilakukan pada fase raw material, tetapi terdapat beberapa fase yang dapat dilakukan proses daur ulang, yaitu mulai dari proses bahan baku, manufaktur, perakitan, dan kustomisasi. Setiap fase dalam proses produksi memiliki jenis daur ulang yang berbeda-beda, menyesuaikan yang menyesuaikan kondisi produk.

Gambar 2. Proses Reverse Logistics dalam Rantai Pasok
Sumber: Hillegersberg dkk., (2001)

Dalam sektor retail, terdapat dua mekanisme yang telah ditetapkan pada manajemen pengembalian (Cherrett dkk., 2015). Pada centralized reverse supply chain, terdapat satu organisasi yang bertanggung jawab untuk pengumpulan, inspeksi, disposisi dan redistribusi barang yang didapatkan dari beberapa pengecer berbeda. Berbeda dengan decentralized reverse supply chain, setiap penjual memiliki peran masing-masing untuk memeriksa produk yang dikembalikan dan memutuskan bagaimana barang akan didaur ulang atau dibuang.

Berdasarkan DfT (2004) terdapat empat struktur atau mekanisme untuk penanganan pengembalian di sektor ritel sebagai berikut.

  1. Integrated Outbound and Returns Network
    Proses pengembalian produk dilakukan menggunakan armada miliki perushaan atau kendaraan penyedia logistik. Produk dikembalikan dari toko retail ke pusat distribusi di wilayah tersebut. Diperlukan proses penyortiran, pengecekan, dan pengambilan keputusan barang tersebut sebelum diterima di pusat distribusi. Mekanisme ini bekerja dengan baik jika frekuensi pengiriman ke toko yang tinggi dan volume pengembalian barang yang tinggi.
  2. Non-integrated Outbound and Returns Network
    Mekanisme ini digunakan untuk proses pengembalian produk yang dioperasikan oleh penyedia logistik pihak ketiga (3PL) sebagai penerima pengembalian. Proses penyortiran, pengecekan, dan pengambilan keputusan dilakukan oleh masing-masing toko ritel. Mekanisme ini bekerja dengan baik tingkat pengembalian bervariasi dalam volume namun umumnya rendah.
  3. Manajemen Pengembalian menggunakan Pihak Ketiga
    Keseluruhan pengelolaan retur produk dilimpahkan kepada pihak ketiga. Mekanisme ini berdampak baik pada toko ritel karena tidak diperlukannya proses penyortiran, pengecekan, dan pengambilan keputusan oleh masing-masing toko. 3PL memiliki peran fungsional dengan menyediakan proses manajemen pengembalian yang lengkap termasuk teknologi pendukung, program perbaikan, dan disposisi.
  4. Pengembalian Langsung ke Pemasok
    Dalam hal ini, proses pengembalian barang dikembalikan langsung ke pemasok tanpa adanya 3PL dan proses penyortiran. Mekanisme ini memiliki implikasi biaya transportasi tambahan karena adanya biaya kirim dari toko ritel ke pemasok.

Aktivitas Reverse Logistics
Wu (2022) mengklasifikasikan aktivitas reverse logistics menjadi dua aktivitas utama, yaitu logistik pengembalian dan manajemen limbah.

1. Returned Logistics
Proses pengembalian logistik mengacu pada proses daur ulang, pengambilan, pemrosesan, penguraian, dan operasi lain yang memanfaatkan produk limbah sehingga dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi. Jenis-jenis aktivitas ini mencakup

  • Pengembalian produk
    Pengembalian produk dilakukan oleh anggota hilir dari rangkaian rantai pasok seperti pedagang grosir dan pelanggan akhir. Pengembalian produk dilakukan pada barang yang tidak terpakai akibat masalah kualitas produk atau persediaan produk yang berlebihan.
  • Daur Ulang Kemasan
    Penggunaan kemasan baik pengemasan komersial maupun logistik mengonsumsi sumber data dan memiliki dampak terhadap lingkungan. Hal tersebut perlu diatasi dengan daur ulang kemasan. Reverse logistics berperan dalam proses daur ulang kemasan sekali pakai untuk membentuk sumber daya terbarukan dan kemasan yang dapat digunakan berulang dapat digunakan kembali.
  • Reverse Logistics di akhir masa pakai produk
    Umumnya, konsumen langsung membuang produk setelah nilai gunanya selesai. Namun, produk tersebut masih memiliki nilai jika diproses dengan baik. Dalam hal ini, reverse logistics pada akhir masa pakai produk dibagi menjadi produk mekanik, produk elektronik, peralatan rumah tangga dan logistik balik limbah konstruksi yang masing-masing jenis tersebut memiliki proses daur ulang yang berbeda-beda.
  • Remanufacturing
    Remanufaktur merupakan proses pengembalian produk yang telah digunakan ke kondisi baru. Aktivitas ini penting untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang suatu produk.

2. Logistik Bahan Limbah
Kegiatan ini mengacu pada kegiatan penanganan limbah sehingga memenuhi standar emisi dan mengurangi polusi lingkungan. Logistik bahan limbah dapat dibagi menjadi limbah domestik dan limbah industri.

Tantangan Reverse Logistics di Industri
Berdasarkan Srivastava (2008), terdapat tantangan yang berbeda dari aliran material dan produk dalam reverse logistics.

  1. Jenis variasi yang tinggi dalam hal waktu, kualitas, dan kuantitas pengembalian produk.
  2. Diperlukan prosedur pengembalian produk secara jelas.
  3. Pengembalian produk yang tertunda dapat mengurangi nilai pasar dari produk itu sendiri.
  4. Diperlukan kompetensi yang baik dalam inspeksi, evaluasi, dan disposisi pengembalian produk.
  5. Adanya risiko kanibalisasi pasar produk baru.
  6. Rendahnya kesediaan konsumen untuk membeli produk yang diproduksi ulang.

Referensi:

Ali, A., Cao, H., Eid, A., Madkour, T., Hammad, M. A. (2020) “The Impact of Reverse Logistics on Environmental Sustainability Performance,” Volume-8, Issue-2, pp. 20.

Anugrah, Nunu (2022) “Perjalanan 5 Dekade Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia,” diakses pada 17 November 2023 melalui https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6584/perjalanan-5-dekade-pengelolaan-lingkungan-hidup-indonesia

Cherrett, T., Maynard, S., Mcleod, F., dan Hickford, A. (2015) Reverse Logistics for The Management of Waste, Ed. Mckinnon, A., Cullinane, S., Browne, M., dan Whiteing, A., Green Logistics, London: KoganPage, pp. 340

DfT (2005) “Make Back-Loading Work for You”.

Gechevski, D., Kochov, A., Popovska–Vasilevska, S., Polenakovik, R., dan Donev, V. (2016) “Reverse Logistics and Green Logistics Way to Improving the Environmental Sustainability,” pp. 65-68.

Gonzalez–Torre, P. L., Adenso–Diaz, B., & Artiba, H. (2004) “Environmental and reverse logistics policies in European bottling and packaging firms,” International Journal of Production Economics, 88, pp. 95–104.

Mckinnon, Alan (2015) Green Logistics: Improving the environmental sustainability of logistics, London: KoganPage.

Srivastava, S. (2009) “Network design for reverse logistics,” Omega: The International Journal of Management Science, 36 (4), 535–548, 2009.

Wu, Jinshun (2022) “Sustainable development of green reverse logistics based on blockchain,” 11547-11553, pp. 11549.

29 November 2023

*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.

Download artikel ini:

  SCI – Artikel Greening the Supply Chain: Bagaimana Reverse Logistics Berperan (339.9 KiB, 12 hits)

Komentar

comments